Wednesday, May 23, 2018

Satu Hari Berada di Kotanya Galileo Galilei, Pisa - Italia


        Jika ditanya tentang menara miring, seketika banyak yang teringat dengan Menara Miring Pisa yang ada di Italia. Tapi tahukah kalian kalau Menara Miring Pisa bukanlah satu-satunya menara miring di dunia? Bahkan di Italia juga banyak ditemukan menara miring lainnya seperti di Venezia yang terdapat 3 menara miring. Hanya saja Menara Miring Pisa adalah yang paling terkenal di dunia dan UNESCO juga mengakuinya sebagai salah satu keajaiban dunia sehingga tak heran jika kita mudah menemukannya di buku pelajaran saat kita masih duduk di sekolah dasar :-D.

         The Leaning Tower of Pisa atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Menara Miring Pisa terletak di kota Pisa, Italia. Setelah menempuh perjalanan selama delapan jam menggunakan bus dari kota Venezia menuju Pisa, akhirnya kami sampai di terminal bus kota Pisa pukul 10.55. Berdasarkan rencana awal yang telah kami atur sebelum keberangkatan, kami akan menempuh Bus dari terminal menuju lokasi menara miring. Namun, sesampainya di sana, kami mampu melihat kemiringan menara fenomenal tersebut dari kejauhan sehingga kami memutuskan untuk berjalan kaki. Maklum, backpacker low budget :-) . Di terminal, kami melihat satu bus rombongan orang India. Sepanjang perjalanan kami juga sering sekali berpapasan dengan orang India sehingga aku bertanya-tanya dalam hati, aku sedang berada di Italia atau India sih ? :-P 



          Tiket harian kota Pisa sebenarnya sangat terjangkau, €4 per hari. Hanya saja kami tidak menargetkan banyak tempat wisata di kota ini dikarenakan kota ini "menurutku pribadi" tidak memiliki banyak tujuan wisata. Satu-satunya tujuan wisata di kota ini adalah komplek area The Leaning Tower of Pisa.

          Untuk memasuki area The Leaning Tower of Pisa, kita tidak diharuskan membayar alias gratis sehingga banyak wisatawan yang memadati area dengan pose-posenya yang berusaha menegakkan kembali menara dari kemiringannya, termasuk kami :-D. Hanya saja untuk masuk ke dalam menara Pisa harus membayar €23.  Kami hanya menikmati dari area luar, tidak masuk ke dalam dan menikmati kota Pisa dari atas menara. Jika kalian membeli tiket, maka kalian diperbolehkan memasuki menara dan menaiki ratusan tangga hingga mencapai puncak menara. Sejauh yang aku tahu, tiap-tiap pengunjung mendapatkan waktu selama 30 menit untuk berada di dalam menara + 10 menit di puncak menara.

Baptisterium Pisa
            Masih dalam komplek yang sama terdapat bangunan dimana Galileo Galilei dibaptis., namanya Baptisterium Pisa. Selain itu, Galileo Galilei juga dilahirkan di kota Pisa sehingga tak heran jika kota Pisa disebut-sebut sebagai kotanya Galileo Galilei, seorang ilmuwan terkenal.

Katedral Pisa & Menara Miring
           Sedangkan tepat di samping menara Pisa, berdiri kokoh sebuah katedral Pisa yang telah dibangun sejak abad ke 11. Harga tiket yang ditawarkan untuk memasuki katedral, pusat pembaptisan, & museum Sinopie adalah €12.

          Konon katanya, menara Pisa sebenarnya dibangun tegak lurus, namun karena permukaan tanah dimana menara ini berpijak terlalu lembek untuk menopang bobot menara sehingga membuat salah satu sisi fondasi menara makin anjlok dari hari ke hari. Hingga di suatu waktu tanah tersebut kembali stabil dan menjadi seperti saat ini. Siapa yang menyangka jika gara-gara kesalahan arsitektur, menara miring ini bisa menjadi salah satu keajaiban dunia saat ini.

         Demi kenyamanan dan keamanan, kami bertiga membagi tugas. Aku duduk di pinggir komplek sambil menjaga 3 tas carrier kami dan kuserahkan kamera kesayanganku kepada kedua temanku agar mereka bisa berpose di area menara pisa sembari aku beristirahat. Kami bertiga selalu bergantian menjaga tas besar kami karena pastinya tas besar nan berat itu begitu membuat kami kelelahan.



          Banyak sekali wisatawan yang memenuhi komplek sehingga membuat baground foto menjadi terlalu ramai manusia. Tak heran jika banyak wisatawan yang melanggar aturan untuk tidak melewati batas pagar dan menginjak rerumputan hijau yang mengelilingi komplek. Namun, sebagai orang yang berusaha mematuhi peraturan, kami tidak tergiur untuk ikut-ikutan menginjakkan kaki kami di area terlarang. Kami hanya memilih duduk dan berdiri di atas pagar, bukan berdiri di atas rumput hijau yang dilindungi seperti hutan lindung :-D





             Kami akhirnya kelelahan setelah berusaha menegakkan kembali menara pisa agar ia mampu berdiri tegak, sayangnya kami bertiga gagal. Lalu aku memutuskan untuk berjalan ke luar komplek mencari es krim sedangkan kedua temanku tetap berada di dalam sembari menjaga tas. Aku tau jelas bahwa di luar komplek dipadati oleh para penjual souvenir, maka dari itu aku sengaja hanya membawa uang €5 agar tidak tergiur dengan souvenir. Baru selangkah keluar dari pagar, seorang pedagang berlogat India menyapaku dalam Bahasa Indonesia. Aku tercengang dan mendekat padanya, lalu dia menawarkan barang dagangannya dalam bahasa Indonesia. Karena aku bangga dan respek kepadanya, kubelilah barang daganganyya hingga aku lupa tujuan awalku membeli es krim. Setelah membayar souvenir yang kubeli, aku berjalan ke arah lainnya dan para pedagang menyapaku juga dalam bahasa Indonesia. Oh noooooo !!!! Sepertinya orang Indonesia dan Malaysia banyak yang berlibur di sini lalu memborong satu truk oleh-oleh sehingga para pedagang fasih berbahasa Indonesia. Dengan cepat aku kabur dari para penjual.

Penjual menggelar dagangan di pinggir jalan

            Karena perjalanan dari kota Pisa ke Roma membutuhkan waktu kurang lebih 3.5 jam (5 jam jika menggunakan Bus), kami memutuskan untuk bergegas menuju stasiun kereta. Bermodalkan google map yang terkadang menyesatkan, kami keluar komplek dan dengan terpaksa melalui para pedagang yang cukup agresif dan fasih berbahasa Indonesia (di Jerman penjualnya gak pernah se-agresif seperti penjual di sini).

            Ternyata banyak hal menarik yang kami temui selama dalam perjalanan menuju stasiun, seperti tenangnya sungai Arno. Sungai ini merupakan salah satu sungai yang penting di Italia setelah sungai Tiber karena alirannya dapat dilayari dengan perahu ataupun kecil. Sungai melalui kota-kota terkenal di Italia seperti Florence dan asal muaranya berasal dari pegunungan Falterona di Casentino, pegunungan yang pemandangannya dapat terlihat jelas sepanjang mata memandang sungai Arno di sini. Apabila salju mencair dan ditambah hujan lebat, maka sungai Arno dapat menyebabkan banjir yang  sangat besar.

Sungai Arno & Pemandangan Pegunungan Falterona


            Hal yang sangat berbeda antara di Italia dan di Jerman adalah kesadaran tentang tata tertib. Salah satunya adalah yang terlihat pada gambar di bawah paragraf ini. Meskipun lampu masih menunjukkan warna mrah, namun penyebrang jalan banyak yang langsung menyebrang tanpa memperhatikan rambu lalu lintas dan itu juga terjadi di jalanan besar.

Tidak mematuhi rambu lalu lintas
            Dalam perjalanan menuju ke stasiun, kami menemukan Bazar makanan di pusat kota. Kami berusaha mencari makan yang sesuai dengan kami (sesuai harganya, mengenyangkan, dan boleh kami makan). Sayangnya kami tidak memahami apa komposisi dalam makanan tersebut karena dalam bahasa Italia. Akhirnya kami terhenti di penjual makanan arab (aku lupa beliau datang darimana) Pemilik restaurant bertanya darimana kami berasal dan kami menjawab dari Indonesia. Sontak beliau langsung mengeluarkan koleksi uang-uang mancanegaranya dan memberiku uang 5000 rupiah. Sepertinya beliau mendapatkan tips dari orang Indonesia yang juga mengunjungi restaurantnya. Restaurant ini restaurant halal. Hanya saja ada satu hal yang membuatku tercengang. Bagaimana bisa restaurant yang juga menjual minum-minuman mendapatkan sertifikat halal di restaurant-nya ? Ah, khusnudzon saja, barangkali saja minuman yang berada di botol itu non-alkohol semua, haha



           Setelah lidah kami termanjakan dengan makanan khas arab, kami bergegas menuju staiun (Stazione Pisa Centrale). Tiba di stasiun, kami langsung mencari mesin pembelian tiket dan membeli tiket menuju ke Roma. Harga bervariasi, tergantung waktu keberangkatan dan durasi perjalanan. Kami mendapatkan harga tiket €22.80 per orang menggunakan kereta Trenitalia. Kami ingat sekali saat memilih tiket di mesin, kami harus transit dan berpindah kereta karena kereta kami tidak direct. Sayangnya tiket kereta yang tercetak berbahasa italia dan kami tidak memahami dimana kami harus transit. Lalu salah satu dari kami bertanya kepada petugas yang ada di stasiun untuk memastikan apakah kami memang harus transit seperti yang tertera di mesin dan tahukah kalian, petugasnya bilang kalau kereta kami direct. Nah lhoo!! Akhirnya perdebatan terjadi dan datanglah petugas yang lainnya. Dan ternyata, kita memang harus transit. Nyebelin kan pak petugasnya.hiks. Kalau kata pepatah, malu bertanya sesat di jalan. Kalau ini, bertanya malah sesat di jalan.


            Sebagai Tips, setelah membeli tiket dari mesin pembelian tiket, jangan lupa memvalidasi tiket kereta yang sudah terbeli ke dalam mesin validasi berwarna kuning yang terletak di stasiun. Jika tidak, saat kalian menumpangi kereta dan bertemu dengan petugas pemeriksa tiket, bisa-bisa kalian diusir keluar dari kereta, harus membeli tiket baru, atau kalian akan membayar denda €50 per-orang (menurut pengalaman salah seorang teman). Namun selama di Italia (Venice,Pisa & Roma), kami sama sekali tidak bertemu dan diperiksa oleh petugas. Yahhh, tau githu gak usah beli tiket aja kali ya hahaha

Oke, cerita dari Pisa ke Roma berlanjut di postingan selanjutnya ya...see u..

Saturday, May 19, 2018

Venice, The City of Water and Bridges in Italy



         Venezia / Venesia / Venice / Venedig, kota yang terletak di Italia sisi timur merupakan kota terapung yang dipenuhi oleh kanal-kanal. Aku lebih suka menyebut nama kota ini dalam bahasa Italia, Venezia. Bagi seorang traveler, menjelajahi kota menggunakan bus, tram, metro, dll sudahlah menjadi hal biasa. Namun di Venezia, semuanya menggunakan transportasi air. Pernahkah kamu membayangkan menjelajahi kota dengan menggunakan Vaporetto (bus air) ataupun Gondola (taxi air) ? Aku pribadi, pernah membayangkannya hingga merasa sedih sendiri :-D


           Karena transportasi di kota Venezia semuanya di air, tentunya kamu tidak akan menemukan jalan raya di sini, apalagi Tol. Bahkan mobil tak akan kamu jumpai di sini. Pengiriman barang juga dilakukan menggunakan perahu oleh jasa pengiriman barang.

Perahu pengantar paketan

          Baiklah, aku akan mulai menceritakan dari awal bagaimana kisah perjalanan Backpacker kami menuju kota Venezia. Backpacker Eurotrip kali ini aku pergi dengan 2 orang adik kelasku di Universitas. Untuk menghemat waktu dan biaya penginapan, maka kamipun menempuh perjalanan malam menggunakan Bus kurang lebih selama sembilan jam. Pukul 07.30 kami berhenti di stasiun Mestre, stasiun yang masih berada di daratan Venezia. Jika kami datang menggunakan kereta, perjalanan kami tentu bisa berakhir langsung di stasiun Santa Lucia. Maka dari itu, sebaiknya perhatikan terlebih dahulu nama stasiun di Venezia karena  terdapat dua buah stasiun (Mestre dan Santa Lucia). Sebenarnya keduanya cukup mudah untuk dibedakan, stasiun Mestre terletak di daratan sedangkan Santa Lucia terletak di atol (kepulauan) di mana tujuan wisata kami. Karena perjalanan bus kami hanya sampai stasiun Mestre, maka dari itu perjalanan dilanjutkan menuju Stasiun Santa Lucia yang berada di kepulauan Venezia dengan menggunakan kereta karena jika kami menempuh perjalanan dengan jalan kaki, maka akan menghabiskan waktu kurang lebih satu jam (berdasarkan google map). Tiket kereta kami beli melalui mesin yang terletak di stasiun. Beruntungnya Italia juga menggunakan mata uang euro sehingga kami tidak perlu menukar mata uang yang kami miliki.


       Tiba di Stasiun Santa Lucia, kami langsung disuguhi pemandangan luar biasa yang sebelumnya hanya bisa kami nikmati dari gambar.


Harga tiket vaporetto dan gondola adalah sebagai berikut :
  • €7.50 (7.50 Euro) untuk satu kali pakai (single trip, valid 75 minutes)
  • €14 untuk pass 12 jam,
  • €20untuk pass 24 jam,
  • €30 untuk pass 48 jam, dan
  • €40 untuk pass 72 jam
  • €90 untuk sekali naik gondola (harga bisa berbeda-beda)
Vaporetto




       Karena harga tiket bus air cukup mahal, kami memutuskan untuk mengelilingi kepulauan kota Venezia dengan berjalan kaki. Semuanya telah kami perhitungkan sebelum kami berangkat. Mulai dari aplikasi offline map dan juga tempat wisata yang bisa kita capai dengan berjalan kaki. Berdasarkan aplikasi offline map, kami bisa mencapai Piazza San Marco atau Alun-alun kota Venezia dengan waktu delapan menit. Namun, karena kami harus menyusuri gang-gang kecil dengan lebar satu meter yang jumlahnya banyak  dan benar-benar menyerupai labirin, kami sempat bingung apakah kami telah melalui jalan yang benar. Untung saja di beberapa terdapat petunjuk di beberapa sudut tempat sehingga itu sedikit membantu kami
         Gerimispun sempat datang saat kami masih menyusuri gang-gang kecil. Karena minimya budget dan juga ini masih hari pertama perjalanan, maka seminimal mungkin kami menghindari masuk ke restaurant atau cafe hanya untuk berteduh. Alhamdulillah tak lama kemudian kami berhasil menemukan alun-alun kota.

Piazza San Marco / Alun-alun Venezia
           Di sekitar lokasi tempat ini, kami menemukan tempat berteduh. Dengan tas besar yang menempel di pundak membuat perjalanan ini terasa melelahkan & kami menurunkan sejenak beban di pundak kami & membuka bekal makanan yang telah kami persiapkan. Baru beberapa menit menikmati bekal, datanglah pemilik toko dan meminta kami untuk meninggalkan halaman tokonya karena beliau akan membuka tokonya. Akhirnya kami berjalan ke seberang jalan dan memilih duduk di beberapa anak tangga lalu melanjutkan membuka bekal kami. Selang beberapa menit, datanglah 3 satpol PP dan meminta kami berdiri. Akhirnya kita pergi ke area tempat duduk yang berada di tengah-tengah pusat kota dan menyelesaikan sarapan kami yang masih tertunda. Gerimispun masih sedikit mengguyur kami dan tempat duduknya  juga basah karena air gerimis, haha..gini amat sih hidup backpacker yang lagi ngirit duit.


Burung Merpati

        Cuaca tiba-tiba berubah menjadi panas, langit menjadi biru, dan gerimispun juga berhenti. Ya beginilah eropa, cuacanya suka sekali menggalau. Setelah gerimis berhenti, burung-burung merpati mulai turun dari atas kubah-kubah katedral. Para pengunjung pun telah banyak yang menantikan kehadiran mereka karena katedral ini juga terkenal dengan merpatinya yang memenuhi halaman katedral. Pengunjung memberikan makanan kepada para merpati sehingga para merpati datang bergerombol ke pengunjung, termasuk juga datang bergerombol padaku. Pemandangan ini tak akan pernah kulupakan saat burung-burung merpati terbang turun ke Piazza dengan kepakan-kepakan sayapnya yang cantik dan mendekat bercengkerama dengan kami para pengunjung tanpa memiliki rasa takut sedikitpun bahwa pengunjung akan memangsa mereka.


           Bangunan yang tepat berada di belakangku bernama Basilica San Marco, sebuah katedral di Venezia paling terkenal dan salah satu contoh yang paling terkenal dari arsitektur Bizantium. Kubah dan Mozaiknya dilapisi dengan emas murni sebagai simbol kekuasaan dan kekayaan Venezia dari abad ke 11. Banyak sekali pengunjung yang rela antri panjang sambil membawa payung demi masuk ke dalam katedral cantik karya arsitektur Bizantium.

          Saat permukaan air laut tinggi, Piazza San Marco (alun-alun kota) bahkan dibanjiri oleh air laut sehingga pengunjung harus mengenakan sepatu boat agar tidak basah. Di musim-musim yang cukup ekstrim, gondola juga mampu berlayar di atas daratan Piazza San Marco. Moment-moment ini banyak sekali diabadikan di dalam kartu pos yang dijual oleh toko-toko souvenir. Aku juga pernah membaca berita mengenai kota ini di kompas.com yang mengabarkan bahwa kota Venezia terancam tenggelam di tahun 2100 jika tidak ada upaya untuk menyelamatkannya, karena permukaan air laut di kota ini naik hingga 6 cm setiap 10 tahun. Berita inilah yang memotivasiku untuk mengunjunginya sebelum ia benar-benar tenggelam.

         Sepanjang perjalanan, kami melihat banyak sekali orang yang menikmati es krim gelato khas italia. Harga per bola es 2 euro atau sekitar 34rbu, harga normal 1 bola es di Italia, bukan harga yang mahal sebenearnya. Namun kita bertiga bertekad saling menguatkan satu sama lain agar tidak terlalu banyak jajan, maklum, bugdet traveler terbatas haha. Pertahananpun akhirnya runtuh ketika bertemu dengan toko souvenir (pertahananku doang sih haha). Aku adalah tipe orang yang rela mengeluarkan uang lebih hanya untuk membeli magnet dan kartu pos dibandingkan membeli makanan, meskipun harga magnet jauh lebih mahal dibandingkan membeli makanan.





        Seperti layaknya dirndl yang merupakan khas daerah Bayern dan Tirol, Venezia juga memiliki karnaval khasnya tersendiri. Saat karnaval, mereka menggenakan kostum dan tentunya juga topeng-topeng yang ada di gambar atas. Sayangnya waktu berkunjungku tidak bersamaan dengan waktu karnaval sehingga aku tidak dapat banyak menjelaskan moment karnaval di sini.

          Tiba di Ponte dei Sospiri, aku teringat tentang sejarah dari jembatan ini. Jadi, jaman dulu jembatan ini digunakan untuk membawa narapidana yang akan dihukum. Di jembatan ini juga dibuat celah agar para narapidana yang melewati jembatan itu masih bisa menikmati keindahan kota Venezia untuk terakhir kalinya sebelum mereka dijebloskan ke dalam penjara. Selain itu, masih ada mitos lain yang mengatakan bahwa setiap pasangan yang lewat dibawah jembatan ini, lalu berciuman tepat saat matahari terbenam maka cintanya akan abadi. Berhubung jembatan ini dipenuhi para pengunjung dan kamipun berdesak-desakan, akhirnya kami hanya selfie bertiga lalu pergi melanjutkan perjalanan.. 


Ponte dei Sospiri

         Gondola awalnya hanya dikhususkan untuk melayani kaum bangsawan Venezia hingga akhirnya diterbitkanlah peraturan baru bahwa warga Venezia diperbolehkan membuat Gondola sehingga akhinya Gondola berubah menjadi salah satu transportasi di Venezia. Namun, pemerintah juga menerapkan aturan bahwa Gondola hanya boleh dicat warna hitam agar lebih seragam dan tidak menyerupai gondola milik keluarga kerajaan yang warnanya bervariasi.

Gondola berwarna hitam

          Dalam perjalanan kembali menuju ke stasiun, kami menemukan sumber air minum di tengah jalan. Spontan kami bertiga langsung mengeluarkan botol air minum, menghabiskannya, lalu mengisi ulang botol kami hingga penuh karena perjalanan kami masih panjang. Iya, panjang karena jalan yang berliku-liku sehingga kami belum mampu menemukan jalan kebenaran :-D


 Coba lihat gambar di bawah ini, apakah yang kamu temukan ?


           Nomor 4657. Kira-kira ini nomor apa ya ? Lotre ? Bukan. Ini adalah nomor rumah yang terpampang di depan rumah warga Venezia. Tak pernah terbayangkan olehku jika aku harus mengunjungi seseorang yang tinggal di sini dengan bermodalkan alamat rumahnya. Mungkin aku baru akan menemukan rumahnya keesokan harinya.

           Hal unik lainnya dari kota air ini adalah banyaknya sederetan baju yang tergantung di dekat jendela lantai satu saat musim panas.Hal ini mungkin wajar di Indonesia, namun jarang sekali kutemui hal serupa di Jerman, terlebih lagi di kota-kota wisata. Hal ini mungkin dikarenakan faktor budaya yang berbeda dan juga Venezia tak memiliki lahan yang luas. Rumah di sini benar-benar berdempetan tanpa halaman, balkon ataupun taman. Jalanpun juga hanya memiliki lebar seluas satu meter. Sempat terpikir olehku bagaimana cara mereka menggantung baju-baju tersebut karena baju tersebut menggantung tepat di atas kanal. Ternyata para warga menggunakan katrol. Yang tidak terbayangkan olehku adalah, bagaimana jika datang angin yang sangat kencang sehingga baju-baju tersebut terlepas dari jepitannya lalu terbang dan jatuh ke air..omg


          Para seniman pelukis juga berjejer di jalanan kota Venezia. Meskipun mereka hanya seniman jalanan, namun karya mereka juga sangat indah sehingga tak heran jika karya-karya mreka dibandrol dengan harga yang cukup fantastis.

 
        Setelah mengelilingi ota terapung Venezia selama satu hari, aku menyimpulkan bahwa Venezia bisa dikelilingi dengan berjalan kaki asalkan kalian kuat berjalan kaki dan tidak takut tersesat karena transportasi di kota ini cukup mahal. Harga paling murah untuk sekali naik bus air sebesar 7,5 Euro perorang. Namun, tanpa Vaporetto, kalian tidak bisa menjelajahi lorong-lorong kota Venezia. Sedangkan salah satu hal menarik dan keren dari kota ini adalah suasana terapung dan lorong-lorongnya itu. Lebih menyenangkan lagi jika kalian mampu menyewa gondola dan menaikinya berdua dengan pasangan. Tapi karena terlalu mahal €90 per orang dan kami juga tidak membawa pasangan masing-masing (gak bawa apa belum punya ? :-P ), akhirnya kami tidak menyewanya. Foto dekat gondolanya saja sudah cukup..hehe..dasar budget traveler.



          Sejauh ini, kota ini cukup ramah di kantong para traveler "kecuali" transportasi airnya ya, jadi buat kalian yang mau jalan-jalan di Eropa bisa memasukkan kota Venezia ke dalam daftar liburan. Selama kalian kuat jalan, insyaAllah dompet kalian aman. Oh ya, satu saran lagi buat kalian. Tolong perhatikan gang-gang yang telah kalian lalui agar kalian tidak tersesat karena gang-gang di sini sangatlah banyak dan membingungkan. Jangan sampai kalian sudah jalan jauh dan akhirya kembali lagi ke gang yang sama, artinya hanya memutari gang, hehe

 

            Saat matahari mulai tenggelam, kota ini menjadi lebih romantis. Banyak sekali pasangan yang duduk di pingir sungai sambil menikmati alunan biola dari para pemusik jalanan yang berada di seberang sungai ini. Ah, Venice.....

Venice tetaplah romantis, meskipun itu tanpamuuuuuu.....


        Perjalanan di Kota Venezia akhirnya berakhir namun perjalanan backpacker kami baru saja dimulai hari ini. Bus kami datang pukul 23.55 menuju kota Pisa dan harus transit terlebih dahulu di kota Genoa, salah satu kota di Italy yang tak kalah cantik dengan Kota Venezia. Kami sengaja menempuh perjalanan malam selama tiket tersedia demi menghemat biaya penginapan dan tidak membuang-buang waktu di siang hari hanya untuk perjalanan panjang.

Venice di malam hari

          Setiap kota memiliki keunikan dan kecantikannya tersendiri, seperti halnya Venezia & Genoa. Jika Venezia terkenal dengan kota air, maka Genoa juga dikenal sebagai  kota pelabuhan yang sebagian kotanya terletak di perbukitan sehingga kami mampu menikmati pemandangan kota Genoa dari atas bukit selama perjalanan. Pemandangan gedung berwarna warni dengan permukaan dataran yang memiliki ketinggian berbeda-beda dilengkapi dengan pemandangan hamparan lautan tepat dihadapannya membuatku ingin singgah kembali di kota ini dengan waktu sedikit lebih lama.

Zaanse Schans, Kampung Penjebakan Turis

Zaanse Schans merupakan s ebuah wisata kecil tempat penjebakan para turis hehehe. Tempat ini sangat terkenal karena koleksi kincir ...